forum guru sejarah kendal

sebuah wadah bagi guru sejarah dan pemerhati budaya untuk memperbincangkan dunia kesejarahan, mengembangkan wawasan kebhinekaan, dan menerabas sekat primordial yang sesat, agar mampu mencipta kebersatuan negeri ini tanpa pernah menepis keperbedaan kesukuan, kultur, bahasa, dan tradisi.

Senin, 22 Juni 2009

IDENTIFIKASI BENDA CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN KENDAL*

Pendahuluan
Kebutuhan identifikasi benda-benda peninggalan sejarah sangat mutlak dibutuhkan bagi masyarakat modern saat ini guna usaha penelitian lebih lanjut atau pelestarian artefak kepurbakalaan itu sendiri. Era otonomi daerah saat ini memberikan peluang sangat besar bagi kota kabupaten untuk memiliki sarana penunjang pelestarian peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Pemerintah daerah harusnya memiliki kepedulian untuk mewadahi dan memfasilitasi tempat atau rumah sebagai representasi museum untuk menjaga benda-benda yang bernilai tinggi itu dari tangan tangan nakal dan kolektor gelap yang bisa saja menghilangkan makna penting sebuah benda dari masyarakatr yang melahirkannya. Akan tetapi tidak setiap masyarakat dan pemerintah daerah mampu memiliki kepekaan sejarahh seperti itu. Banyak pemerintah daerah yang belum memiliki sarana dan prasarana seperti itu. Mereka cenderung membiarkan saja benda-benda Cagar Budaya itu berserakan dan tidak karuan tanpa ada pengawasan dan pemeliharaan lebih lanjut.


Di Kabupaten Kendal saja misalnya. Wilayah ini ternyata memiliki kandungan cagar budaya warisan dari masa lalu kerajaan Hindu Kuno. Banyak candi, arca, patung, serta lingga-yoni yang terdapat di kawasan ini. Namun pemerintah daerah belum memiliki kesigapan untuk mengatasi bagaimana benda-benda itu lebih bernilai guna bagi masyarakat generaasi sekarang. Sampai saat ini Kabupaten Kendal belum memiliki satu pun museum yang dapat menampung benda-benda tersebut. Alih-alih mereka akan mengatakan bahwa lebih membiarkan benda itu tergelatak di alam aslinya sehingga terlihat lebih natural dan nilai sejarahnya lebih nampak daripada di bawa ke museum. Mungkin di satu sisi ada benarnya, namun jika tidak dibarengi dengan perawatan dan pengamanan yang optimal apalah artinya, karena siapa saja bisa mengambil dan membawa benda cagar budaya itu kapann dan ke mana saja.

Oleh karena itu upaya identifikasi perlu segera dilakukan sesegera mungkin. Pendataan benda-benda cagar budaya yang baru ditemukan harus segera diinventarisasikan ddan didaftarkan pada dinas kepurbakalan yang perawatan selanjutnya dilimpahkan pada wilayah setempat untuk mengelolanya.

Tulisan ini mencoba melakukan identifkasi BCB-BCB apa saja yang terdapat di Kabupaten Kendal sejauh ini. Beberapa BCB tersebut tentu saja sudah masuk dalam daftar inventarisasi bagian kepurbakalaan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Namun, tentu saja masyarakat belum banyak mengetahuinya seara terbuka. Oleh karena itu tulisan ini berupaya memberikan informasi bagi publik agr mereka mengetahui keberadaan benda-benda cagar budaya yang sangat berharga itu dan siapa tahu nanti mereka lebih memiliki kesadaran sejarah yang tinggi. Latar sejarah dalam tulisan ini diberikan untuk melengkapi data masa lalu dari benda-benda itu pada saat mengapa dan untuk apa diciptakan.

Latar Historis
Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah mengalami masa keemasan dan menjadi pusat kekuasaan yang bercorak Hindu-Buddha antara abad VII hingga X Masehi. Kejayaan kerajaan ini dapat terlihat dari maha karya yang ditinggalkan di sekitar pusat kerajaan dan poros wilayah bawahannya yang terletak di dataran tinggi kawasan Jawa Tengah.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di kawasan tersebut terbukti terdapat tinggalan arkeologis yang bermacam-macam. Namun secara umum benda peninggalan tersebut kurang bersifat monumental dan hanya tinggal sisa-sisanya saja. Hal ini menandakan bahwa wilayah Jawa Tengah bagian barat laut adalah kawasan pinggiran dari Kerajaan Mataram Kuno.

Berdasarkan data-data sejarah kebudayaan Hindu bermula berkembang di pusat-pusat kekuasaan yang terdapat di daerah pedalaman seperti Kutai di Kalimantan Timur dan Tarumanegara di Jawa Barat. Mirip dengan kedua kerajaan ini adalah perkembangan kerajaan di Jawa tengah yang umumnya berpusat di dataran Kedu dan Prambanan (Bosch, 1974: 19). Kerajaan yang terletak di pedalaman ini menjadi inti dari kebudayaan. Segala persoalan administrasi dan pemerintahan terletak di kawasan Kedu. Secara otomatis, hasil budaya yang bernilai tinggi dapat diketemukan di kawasan ini.

Kawasan pantai utara Jawa menjadi wilayah marginal dan peripherial hanya mendapatkan proyek pembangunan yang berskala kecil dan terpinggirkan. Produk budaya yang diketemukan lebih condong pada partisipasi dan penghormatan masyarakat sebagai kelompok bawahan terhadap junjungan mereka (Casparis, 1986: 11-13).

Kabupaten Kendal yang pada abad-abad yang lalu adalah kawasa pedesaan yang bebas dan mandiri pada dasarnya merupakan bawahan dari kerajaan Mataram Kuno. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang lahir dari wilayah merupakan respon masyarakat biasa terhadap pimpinan ratu mereka. Kedudukan pimpinan wilayah yang ada di Kabupaten Kendal saat itu merupakan kepala daerah yang berdasarkan hukum adat yang bukan dianggap sebagai pegawai raja (Rangkuti, 1994: 10).

Dengan kemampuan ekonom dan kemandirian rakyat dan pemimpin Kabupaten Kendal maka mereka mampu mendirikan bangunan yang berbentuk candi, stupa, patung, lingga-yoni, arca Ganesya, arca agastya, siwa dan sebagainya.

Pada saat ini benda peninggalan budaya tersebut masih terdapat secara menyebar di beberapa kecamatan kendal bagian atas. Kabupaten Kendal belum memiliki sebuah museum yang berfungsi sebagai penyimpan barang-barang berharga di atas.

Wilayah Kabupaten Kendal
Secara administratif Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal mempunyai wilayah seluas 1.002,23488 km yang dibagi dalam 19 wilayah kecamatan dan 235 wilayah desa/kelurahan. Batas-batas wilayah Kabupaten Kendal meliputi sebelah utara laut Jawa, sebelah timur Kotamadia Daerah Tingkat II Semarang, sebelah selatan kabupaten daerah Tingkat II Semarang dan kabupaten daerah Tingkat II Temanggung dan sebelah Barat Kabupaten Daerah Tingkat II Batang.

Dari 19 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Kendal yang memiliki tinggalan arkeologi antara lain Kecamatan Boja, Limbangan, Pegandon, Sukorejo, dan Weleri. Di Kecamatan Boja obyek yang ditinjau adalah yoni di dukuh Siroto Desa Karangmanggis, yoni dan peripih di Dukuh Kenteng Desa Campurrejo. Di Kecamatan Limbangan obyek yang ditinjau adalah sisa-sisa batu Candi dan yoni di Dukuh Nglimut Desa Gonoharjo, fragmen candi agastya, ganesya Siwa, dan lingga semu di dukuh Segono Desa Gonoharjo. Di Kecamatan Pegandon obyek yang ditinjau adalah fragmen bata-bata kuno di dukuh Krajan desa Winong. Di Kecamatan Sukorejo obyeknya adalah fragmen arca Nandini di dukuh Kauman Desa Sukorejo, balok-balok candi dan sisa-sisa saluran air di dukuh Kentengsari Desa Purwosari. Di Kecamatan Weleri obyeknya adalah yoni di dukuh Karangtengah Desa Penarukan.


Perolehan Data
a. Kecamatan Boja
Desa Karangmanggis Dukuh Siroto: di halaman rumah Maryadi diketemukan sebuah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi artefak tersebut kurang terawat, polos tanpa hiasan. Bentuknya sederhana dan tehnik pembuatannya kasar. Keletakan saat ini sudah tidak in situ, lokasi aslinya lebih kurang 15 meter di sebelah tenggaranya pada kedalaman lebih kurang 2 m dari permukaan tanah. Ketinggian situs 405 dpl di lereng barat laut gunung Ungaran.

Desa Campurrejo Dukuh Kenteng: di kebun bambu milik Supari terdapat sebuah yoni dan peripih lengkap dengan tutupnya. Benda-benda tersebut terbuat dari bahan batu andesit. Situs ini diberi pagar keliling berupa tembok namun kondisinya kurang terawat. Yoni berbentu sederhana tanpa hiasan, tehnik pengerjaannya kasar, cerat sebagian patah. Peripih mempunyai 17 lubang sati diantaranya di tengah. Situs ini terletak pada ketinggian 290 m dpl.

b. Kecamatan Limbangan
Desa Gonoharjo Dukuh Nglimut: di kebun milik Ibu Urip Suisman ditemukan sisa-sisa bangunan candi di antaranya terdapat sebuah yoni, kemuncak, struktur batu candi, balok-balok batu candi, antefik, dan peripih. Kondisi yoni relatif bagus dan utuh, di bawah cerat terdapat hiasan kura-kura dan naga sedang di atasnya terdapat hiasan kala. Situs tersebut terletak pada ketinggian 660 m dpl di lereng Gunung Ungaran.

Desa Gonoharjo Dukuh Segono: di tengah persawahan ditemukan sisa-sisa tinggalan arkeologis berupa fragmen arca Ganesya, arca Agastya, arca Siwa, Kemuncak, dan Lingga Semu. Kondisi situs tidak terawat dan rusak. Benda-benda tersebut dari bahan batu andesit. Tehnik pengerjaan kasar dengan hiasan sangat sederhana. Situs ini terletak pada ketinggian 600 m dpl sebelah barat laut Gunung Ungaran.

c. Kecamatan Pegandon
Desa Winong Dukuh Krajan: pekuburan umum desa Winong ditemukan fragmen bata kuno berukuran besar. Menurut informaasi penduduk di situs ini pernah ditemukan arca Agastya. Arca ini dititipkan museum Ronggowaristo Semarang. Sisa-sisa bata tersebut sebagian dipergunakan sebagai umpak cungkup. Situs ini berada di ketinggian 40 m dpl.

d. Kecamatan Sukorejo
Desa Sukorejo Dukuh Kauman: di sebuah sungai kecil yaitu sungai Beruk ditemukan sebuah fragmen arca Nandi yang terbuat dari batu Andesit. Arca tersebut tidak terawat dan dipergunakan sebagai alas berdiri orang yang mandi di pancuran. Arca tersebut bagian kepalanya hilang, tehnik pemahatannya kasar. Lokasi tersebut berada pada ketinggian 550 m dpl.

Desa Purwosari Dukuh Kentengsari: di sekitar halaman rumah Kromoratman terdapat balok-balok batu candi dan sisa-sisa saluran air dari bahan batu andesit. Sisa-sisa tinggalan arkeologis tersebut sebagian besar digunakan penduduk setempat untuk pondasi rumah, tangga naik ke pintu rumah, lantai rumah, talud dan lain-lain. Menurut informasi penduduk di tempat itu pernah ditemukan Jaladwara, makara, dan arca Agastya. Benda-benda tersebut sekarang disimpan di Museum Ronggowarsito Semarang. Lokasi tersebut berada pada ketinggian 1180 m dpl, di lereng bawah gunung Perahu.

e. Kecamatan Weleri
Desa Penarukan Dukuh Karangtengah: di pekarangan milik Musafak ditemukan sebuah yoni yang terbuat dari batu andesit. Yoni separuh bagian terpendam tanah. Kondisinya tidak terawat, cerat patah, penampang atas pecah. Tehnik pengerjaan kasar dan tidak berhias. Situs ini berada pada ketinggian 60 m dpl berjarak lebih kurang 7 km dari garis pantai.

Penutup
Masyarakat umum pada dasarnya tidak mengetahui perihal terdapatnya peninggalan arkeologi masa kerajaan Mataram Kuno di wilayah Kabupaten Kendal sekrang. Ada anggapan bahwa peninggalan kerajaan tersebut pastilah terdapat di jalur Kedu-Prambanan yang merupakan poros kekuasaan masa itu.

Identifikasi benda arkeologi di atas setidaknya memberikan informasi penting tentang peranan masyarakat Kendal pada masa kerajaan Mataram Kuno tersebut. Meski Kabupaten Kendal saat itu hanya memegang peranan sebagai kawasan pinggiran dalam sistem perpolitikan Jawa saat itu namun setidaknya memberikan gambaran tentang arti penting pembangunan peradaban yang utuh dari masa lalu menuju masa sekarang.

Sayangnya, peradaban penting di atas seolah tidak ada artinya lagi pada situasi sekarang yang semuanya diukur dan dinilai dari kacamatan ekonomi saja. Pemerintah Kendal tidak menunjukkan keseriusan dalam merawat benda-benda tersebut. Agaknya pemerintah Kendal tidak memiliki semangat dan kesadaran sejarah yang tinggi sebagai modal dasar pembangunan bangsa ke depan. Indikasi hal ini terlihat pada banyaknya benda-benda tersebut akhirnya merana, tidak terawat, pecah, dan pindah ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Data Pokok untuk Pembangunan Daerah Tingkat II Kendal, Kantor BAPPEDA Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal.

Anonim. 2000. Laporan Penelitian Arkeologi: Budaya Marginal Masa Klasik di Jawa Tengah Bagian Barat Laut. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta.

Bosch, F. D. K. 1974. Masalah Penyebaran Kebudayaan Hindu di Indonesia. Jakarta: Bhratara.

Casparis, J. G. de 1986. The Evolution of The Socio-economic Status of East Javanese Village and Its inhabitants. Yogyakarta: gajah Mada University Press.

Joharnoto, Puji. 2005. Museum dan Pelestarian Budaya. Makalah. Semarang: Museum Ronggowarsito.

Indra. 2005. Benda Cagar Budaya Kabupaten Kendal. Makalah. Prambanan: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.

*Penulis Muslichin, Guru SMA 2 Kendal. Tulisan ini hasil ringkasan Mata Kuliah Pengantar Sejarah Program Pascasarjana Pendidikan IPS Unnes Tahun 2007.

1 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

Sbgai tambhan. Masih bnyk odcb lainnya yg belum teridentifikasi. Khususnya di kec kangkung dan kec rowosari.

13 September 2018 pukul 16.18  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda