forum guru sejarah kendal

sebuah wadah bagi guru sejarah dan pemerhati budaya untuk memperbincangkan dunia kesejarahan, mengembangkan wawasan kebhinekaan, dan menerabas sekat primordial yang sesat, agar mampu mencipta kebersatuan negeri ini tanpa pernah menepis keperbedaan kesukuan, kultur, bahasa, dan tradisi.

Senin, 13 Juli 2009

AKSI SEPIHAK PKI DI JATIREJO KABUPATEN KENDAL SEBUAH EPISODE YANG TERBUNGKAM*

Keinginan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengubah ideologi dan dasar negara Indonesia menjadi paham komunis murni pada masa Orde Lama menjadi terhambat karena mendapat pertentangan dari tubuh TNI. Usaha PKI melalui media dan cara apa saja untuk mengkomuniskan masyarakat Indonesia selalu mendapat tantangan. Apalagi saat TNI-AD menolak permintaan PKI untuk membentuk Angkatan V. Para Jenderal besar dipandang sebagai penghalang daripada maksud jahat PKI. Untuk itu, PKI bertekad menyingkirkan para Jenderal dengan membentuk isu Dewan Jenderal.

Angkatan V yang ingin dibentuk PKI pada dasarnya adalah sekumpulan pemuda rakyat yang dilatih militer secara intensif. Mereka dilatih untuk melakukan penembakan, penculikan, penangkapan, dan aksi-aksi terorisme. Mereka berasal dari Pemuda Rakyat sendiri, Barisan Tani Indonesia, Sukarelawan Dwikora, dan organisasi underbow PKI lainnya yang sangat banyak. Jumlah sukarelawan yang masuk Dwikora yang terdaftar pada waktu itu mencapai 21 juta, sebagian besar diantara mereka sudah mengalami latihan kemiliteran. Tujuannya pembentukan Angkatan V adalah untuk mengimbangi TNI/ABRI dan selanjutnya dijadikan alat untuk merebut kekuasaan.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, pengaruh PKI mencapai klimaksnya pada pertengahan tahun 1965 dengan berlindung di bawah kharisma Bung Karno, PKI telah membagi kekuatan-kekuatan politik di Indonesia atas pertimbangan kawan dan lawan. Pihak yang dianggap kawan dirangkul, sedangkan pihak yang menjadi lawan disingkirkan. Pihak lain yang masih ragu-ragu dikelabui agar menjadi simpatisan PKI.

Usaha untuk menguasai struktur politik Orde Baru ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Berbagai cara telah dilakukan PKI untuk membuat lawan-lawan politiknya takut. Oleh karena usaha dari PKI mengalami kesulitan, tak ada cara lain, para anggota PKI yang dipimpin oleh D.N. Aidit melakukan pemberontakan menculik Dewan Jenderal di Jakarta dan diikuti oleh tindakan-tindakan di seluruh Indonesia yang ditujukan kepada kaki tangan dan simpatisan-simpatisan Dewan Jenderal yang ada di daerah-daerah. Untuk meneruskan tindakan dan kekejaman PKI, mereka membentuk Dewan Revolusi Indonesia di Pusat, sedangkan di daerah-daerah akan dibentuk Dewan Revolusi Provinsi, Dewan Revolusi Kabupaten, Dewan Revolusi Kecamatan dan Dewan Revolusi Desa.

Di tingkat desa, tindakan yang dilakukan oleh PKI telah menebarkan ketakutan yang melanda kelompok lain seperti NU, Muhammadiyah, PNI, dan Persis. Masyarakat desa yang umumnya tidak tahu menahu urusan politik terbagi dua. Satu kelompok menjadi pendukung PKI, dan satunya menjadi pendukung organisasi musuh PKI. Di antara mereka terjadi jurang pemisah yang semakin melebar dan memanas karena faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan agama.

Demikian pula yang terjadi di Desa Jatirejo. Oleh karena Masyarakat yang tergabung di dalam BTI Jatirejo menjadi otak penggerak dan sekaligus massa PKI yang mnelancarkan agitasi, provokasi, dan serangan fisik kepada warga lain yang berbeda pilihan politiknya. Mereka melakukan teror, aksi penangkapan, dan penyerobotan tanah milik kyai, tokoh masyarakat, dan politikus desa yang berafiliasi pada Nahdlatul Ulama (NU).

Oleh karena itu, adanya aksi sepihak yang dilakukan PKI itu bagi penulis menarik sekali untuk diteliti dan dikaji. Dengan penelitian dan penyajian kisah yang terjadi di Jatirejo itu diharapkan dapat menemukan akar permasalahan tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga menjadi cermin bagi kita semua untuk melihat masa lalu secara arif dan bijak.

Keadaan Desa Jatirejo
Desa Jatirejo yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Magangan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Ngampel. Desa ini terletak di sebelah selatan dari Kantor Kecamatan Ngamel. Desa Jatirejo merupakan salah satu desa, dari 16 desa yang ada di wilayah Kecamatan Ngampel. Jarak desa Jatirejo 4 km dari pusat pemerintahan kecamatan ke arah selatan, dan 11 km dari Ibu kota Kabupaten ke arah selatan. Letak desa Jatirejo berbatasan dengan 4 (empat) desa lainnya, yaitu dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Rejosari
- Sebelah Selatan berbatasan dengan: Desa Plalangan
- Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Winong
- Sebelah Timur berbatasan dengan :Desa Kedung Pucung, dimana Jembatan Pengilon yang menghubungkannya.

Barangkali bagi khalayak umum keberadaan desa ini nampak asing di telinga. Namun demikian, siapa sangka desa yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Kendal ini ternyata mempunyai catatan sedikit peristiwa pahit tentang keberadaan PKI yang luput dari sejarah yang ada.

Adanya Partai Politik yang awalnya tidak direspon oleh masyarakat ini, tiba-tiba menggemparkan warga sekitar, serta sikap masyarakat yang bertentangan dengan ajaran komunis, menjadi acuan bagi kami untuk mencari dan mengungkap fakta dan problema yang pernah terjadi di desa ini.

Dengan adanya bukti serta narasumber, maka hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa napak tilas tentang PKI pernah singgah di desa ini.

Keadaan Masyarakat
Jatirejo merupakan desa yang terletak di bawah perbukitan, termasuk desa yang subur, dengan terpenuhinya segala sumber daya alam yang ada, mata pencaharian yang utama adalah bertani, baik bertani di atas tanahnya sendiri, maupun bertani di atas tanah orang lain.

Seperti pada desa-desa lain di wilayah kecamatan Ngampel, Desa Jatirejo ini dibagi menjadi beberapa dusun. Dusun yang paling terkenal adalah Dusun Mijil dan Dusun Magangan. Dusun Mijil merupakan dusun yang mempunyai warga paling banyak dan 80% penduduknya mayoritas orang-orang PKI.


PKI di Jatirejo
1. Latar Belakang
Gambaran kehidupan PKI di Desa Jatirejo terlihat pada kebanggaan mereka memamerkan bendera besar yang terpasang tinggi di atas pohon di depan rumah bapak Sasmito, Kepala Desa Jatirejo. Di pertengahan tahun 1960, di Desa Jatirejo-Magangan, setiap orang yang lewat merasa aneh dan penasaran terhadap gambar “palu arit “ di tengah bendera itu.

Keadaan seperti itu tidak di hiraukan oleh beberapa anggota NU (satu di antara 4 partai yang berdiri tahun 1960-an), mereka telah mengetahui bahwa itu bendera itu adalah lambang PKI. Mereka juga mengetahui bahwa di samping kepala desa, Pak Sasmito juga sebagai ketua di tubuh PKI daerah Jatirejo, sedangkan sekretaris PKI-nya di pegang oleh Pak Su’ud seorang juragan tembakau.

Melalui taktik underground yang di lancarkan oleh Pak Su’ud dengan cara menguasai pertanian di dukuh Mijil, dia mulai mendapatkan kepercayaan dari warga Mijil, satu persatu buruh tani mulai terpengaruh untuk mengikuti organisasi PKI.

Rasa kebersamaan yang di miliki warga sekitar semakin mempermudah PKI untuk melakukan kampanye, awalnya warga sekitar hanya ikut-ikutan saja menjadi anggota PKI, mereka tidak tahu pasti apa dasar dan tujuan dari PKI.

Awal tahun 1965 massa PKI sudah mulai menyeluruh di dukuh Mijil yang berpenduduk hampir kurang lebih 700 orang, jumlah ini hampir satu banding tiga dari jumlah seluruh komponen warga Jatirejo yang berpenduduk sekitar1.500 orang. Mereka yang tergabung dalam PKI di beri nama Pemuda Rakyat sedangkan para anggota petani tergabung dalam Barisan Tani Indonesia (BTI).

Semua perangkat desa menjadi anggota PKI. Kecuali Pak Umar yang menjadi carik dan Pak Ka’ad yang menjadi bayan. Pak Umar adalah tokoh dari Masyumi, namun saat itu Partai Masyumi tidak mempunyai massa yang cukup banyak, sedangkan Pak Ka’ad salah seorang tokoh NU yang sangat tersohor di warganya.

Tanggal 15 mei 1965, ketua Ansor tingkat Jatirejo, mendapat informasi dari TNI Kendal, bahwa anggota yang tergabung dalam BTI, di Bandar Betsy, Kabupaten Simalungan, Sumatra Utara bersama ormas PKI dan Pemuda Rakyat telah membunuh Pelda Sudjono yang sedang menarik traktor yang terbenam di perkebunan. Pelda Sudjono dibunuh karena menghalangi niat dan rencana para anggota BTI dan Pemuda Rakyat ingin menguasai lahan di tempat tersebut.

Tentu saja hal ini membuat keresahan warga sekitar yang menjadi aktivis partai NU. Bagaimana tidak? Masyarakat Dusun Mijil rata-rata tergabung dalam pemuda Rakyat dan BTI. Akan tetapi, keresahan warga pada saat itu terlalu di perlihatkan. Untungnya, PKI belum atau tidak melakukan tindakan-tindakan yang berbau anarkis.

Sebaliknya keresahan justru terjadi pada diri Pak Ka’ad. Semua perangkat desa yang berjumlah 10 orang mulai memusuhi Pak Ka’ad. Para anggota PKI ini sering mengunjungi rumah Pak Ka’ad dan menawarinya untuk menjadi anggota PKI, bahkan mereka akan menjadikannya sebagai ketua untuk menggantikan posisi Pak Sasmito yang kala itu merangkap 2 jabatan.

Dari keterangan yang dapat diambil menjelaskan bahwa pak Ka’ad juga seorang juragan tembakau, tak heran dalam keanggotaan NU, Pak Ka’ad dapat mencari massa yang banyak yang tentu saja hal ini merupakan halangan bagi PKI untuk mengembangkan jumlah massa yang lebih besar, apa lagi dia selalu menolak tawaran apapun dari PKI.

Oleh karena itu aksi-aksi anarki mulai dilancarkan oleh PKI, di antaranya pelemparan batu terhadap rumah Pak Ka’ad setiap malam hari, genteng-genteng berjatuhan di mana-mana, rusaknya areal padi miliknya yang mencapai 2 hektar serta pemukulan terhadap warga NU pun di lakukan oleh sejumlah orang yang tidak di kenal.

Oleh karena di rasa situasi sudah tidak aman lagi dan rumah Pak Ka’ad selalu menjadi sasaran anggota PKI, akhirnya dia mengungsikan istri beserta anak-anaknya ke Kendal. Insiden ini juga di ikuti oleh pencurian-pencurian di beberapa rumah warga.

Para anggota yang tergabung dalam Ansor dan Fatayat mengadakan musyawarah pada tanggal 2 agustus 1965, namun hasil yang di peroleh bertolak belakang terhadap keinginan warga NU. Ketua Ansor, Pak Asnawi menekankan bahwa semuanya tidak diperbolehkan untuk membalas dendam. Beberapa pernyataan itu antara lain:
“Apapun yang terjadi, warga NU sebagai warga yang baik tetap harus menjaga Tepo Seliro terhadap warga lain yang tidak sepaham dengan kita. Kita ber ideologi pancasila yang mengutamakan persatuan dan kesatuan. Pada tanggal 18 agustus 1965 nanti, jam 01.00 kita ajak PKI, Masyumi, PNI, dan NU, untuk menggelar pawai bersama tingkat desa guna mempererat tali persaudaraan.”

Pak Ka’ad, yang menjabat sebagai sekretaris partai NU merasa tidak nyaman dengan keputusan itu, sebab dia orang yang paling di benci orang-orang PKI Jatirejo, namun kebijaksanaan yang dimilikinya membuatnya dia bertahan dari segala kondisi yang terjadi.

Tanggal 15 agustus 1965, Pak Handoko dengan Kyai Abdul Jalil, salah satu anggota NU, bertugas mengirim undangan ke pada masing-masing partai dari berbagai ormas yang ada di desa Jatirejo. Dari anggota Masyumi dan PNI mendapat respon yang positif, namun ketika mereka menyampaikan ke pada Pak Sasmito, ketua PKI Jatirejo tertawa terpingkal-pingkal. Pak Handoko dan Kyai heran dengan sikap kepala desa tersebut, apa lagi saat itu di rumah Pak Sasmito sadang ada rapat anggota PKI.

Kedua tamu tersebut dipersilahkan duduk di ruang tamu. Sejumlah uang dan kertas diberikan Pak Sasmito kepada kedua tamu tersebut agar mereka mau bergabung dengan anggota Barisan Tani Indonesia yang secara kebetulan Pak Handoko adalah petani. Akan tetapi tawaran itu di tolak oleh Pak Handoko dan Kyai Abdul Jalil. Secara spontan orang-orang PKI yang hadir di situ menatap tajam kedua orang tersebut. Pak Handoko merasa gelisah tetapi Kyai Abdul Jalil mencoba untuk menenangkannya.

Pak Handoko dan Kyai Abdul Jalil sempat dibisiki oleh Pak Sasmito dengan segelintir kata, ’’Siap-siaplah menghadapi sesuatu yang akan terjadi.’’ Kata itu menyisakan pertanyaan bagi mereka, namun mereka tidak mengatakan hal tersebut kepada ketua Ansor, karena mereka menganggap bahwa perkataan Pak Sasmito hanya bercanda.

Sesuai yang di jadwalkan sebelumnya, tanggal 18 agustus akan dilaksanakan pawai bersama. Semua Ormas dari berbagai partai berkumpul di depan Balai Desa Jatirejo, namun anggota dari PKI tidak satupun yang hadir. Situasi ini membuat geram tokoh-tokoh dari NU. Ketidakhadiran PKI membuat tanda tanya. Pak Handoko yang bertugas menyampaikan undangan, memberitahukan semua yang terjadi saat ia bersama kyai Abdul Jalil mengunjungi rumah kepala desa yang menjadi ketua dari masa PKI. Oleh karena sudah lama menungu akhirnya pawai tersebut dilaksanakan tanpa kehadiran seorangpun dari PKI.

2. Terbunuhnya Pak Handoko
Tanggal 30 september 1965 hari kamis tepatnya ba’da subuh warga sekitar Jatirejo serentak di kejutkan oleh oleh penemuan mayat yang diketahui bernama Pak Handoko. Korban di temukan di tempat pembuangan sampah di Dukuh Duren oleh salah seorang penjaga tempat sampah tersebut bernama Pak Arif. Kemudian, mayat Pak Handoko dibawa ke Balai desa.

Semua orang berkumpul di balai desa guna menyaksikan mayat Pak Handoko yang terbujur kaku dengan kepala yang berlumuran dengan darah bekas sabetan pedang. Polisi yang datang merasa kebingungan mencari informasi tentang pembunuhan Pak Handoko tersebut.
Istrinya yang masih trauma akibat kehilangan suaminya secara tidak wajar tersebut. Ketika ditanya, Mbah Sumirah menjelaskan bahwa 2 malam sebelum peristiwa terjadi, tepatnya habis Isyak, dia ingin menghadiri pernikahan adiknya di Desa Kedung Pucung, namun sewaktu lewat daerah jembatan Pengilon, tempat penghubung Desa Jatirejo dengan Desa Kedung Pucung, dia melihat beberapa orang membawa kotak besar yang berwarna hitam dari arah Kedung Pucung menuju Dukuh Mijil. Beberapa di antara mereka membawa senjata tajam.

Setelah peristiwa itu, Pak Asnawi selaku ketua Ansor merasa terbebani dengan kejadian tersebut, apa lagi tidak ada tindak lanjut dengan peristiwa itu dari kepala desa, massa NU mulai garam dengan kematian pak Handoko yang masih banyak menyisakan pertanyaan. Polisi yang di tunggu kehadirannya hanya berjanji untuk mencari berbagai informasi.

Tentu saja kata itu tidak memuaskan anggota NU. Pada hari Kamis mereka meminta laporan dari Sumirah istri Pak Handoko. Dari hasil tersebut mereka menduga orang PKI-lah yang membunuh Pak Hndoko. Semua anggota NU lalu mendatangi rumah Pak Sasmito, melempari rumahnya dengan batu dan membakar bendera PKI. Mereka minta agar para anggota PKI bertanggung jawab atas kejadian itu. Tentu saja alasan itu di tolak karena tidak ada bukti yang jelas, dan hal itu di tentang keras oleh anggota-anggota PKI yang saat itu hadir. Sosok Pak Sasmito yang menjadi kepala desa Jatirejo bagaikan kapal yang di kemudikan oleh nakhoda PKI.

Pak Asnawi menduga bahwa kotak yang di bawa oleh para orang yang tidak di kenal yang di lihat oleh istri korban ada kemungkinan berisi senjata, sebab pada waktu yang lalu berita dari radio memberitahukan bahwa D. N. Aidit ketua pusat PKI meminta pada Ir. Soekarno untuk menyetujui angkatan V, meskipun permintaan itu tidak di respon penuh, setidaknya demi tercipta keinginan PKI, bisa saja mereka akan melakukan hal-hal di luar dugaan, seperti mengirim senjata pada ranting-ranting PKI di desa-desa.

Oleh karena kekhawatiran, malam hari itu mereka mengadakan penjagaan. Nampaknya kecurigaan warga NU terhadap PKI tidak membuahkan hasil, semalam mereka berjaga dan mata-matai jembatan Kedung Pengilon, seluruh rumah PKI di lewati tidak ada apa-apa, hanya saja 2-3 orang PKI sedang duduk-duduk bersama, malam itu tanggal 30 september 1965, seperti malam-malam biasa tidak ada kecurigaan dari simpatisan PKI. Sehabis subuh semua yang ikut berjaga pulang ke rumah masing-masing, melepas lelah di rumah.

3. Aksi Sepihak PKI di Jatirejo
Tanggal 1 Oktober 1965, tepatnya pukul 08.00, ratusan massa PKI yang tergabung dalam Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia menyerbu rumah Pak Asnawi. Saat itu Pak Asnawi berada di rumah Pak Su’ud yang sedang mengadakan syukuran. Massa PKI yang membabi buta, melanjutkan aksinya dengan menyerbu di rumah berbagai warga karena tidak menemukan Pak Asnawi. Mereka membawa senjata tajam. Orang-orang melarikan diri dari rumahnya guna mencari tempat perlindungan. Banyak dari warga NU yang menjadi tawanan PKI, bahkan ada juga yang sudah di bunuh oleh PKI karena tidak sempat melarikan diri.

Dalam waktu 3 jam Desa Jatirejo sudah dikuasai oleh PKI. Semua yang selamat mencari bantuan seadanya. Mereka mengungsi di berbagai tempat yang dirasa aman. Akan tetapi tempat aman sulit ditemukan karena Desa Winong dan Sumbersari telah di kuasai oleh PKI. Mereka yang tidak menurut langsung di bunuh di tempat.

Pak Asnawi beserta keluarganya sempat melarikan diri bersama keluarga Pak Su’ud menuju ke Kota Kendal, namun di perjalanan salah seorang warga mengatakan bahwa kantor polisi di Kendal sudah di kuasai oleh PKI. Mereka yang ditahan tidak tahu apa yang akan di lakukan oleh PKI.

4. Pemulihan Keamanan
Pada pukul 16.00 sore masih pada hari yang sama, pimpinan TNI AD wilayah Semarang mengirimkan pasukan untuk merebut kembali desa-desa yang di tawan PKI. Adanya operasi itu membuat anggota dan simpatisan PKI lari meninggalkan para warga.
Sore hari itu keanehan terjadi, para TNI-AD tidak menemukan apapun kecuali mayat-mayat yang terbengkalai yang paling banyak terdapat mayat di dukuh MIJIL. Barulah para TNI sampai di Pengilon melihat warga yang di tahan oleh PKI. Dukuh Mijil yang mayoritas warganya anggota PKI telah melarikan diri ke hutan. Para TNI yang mengetahui kepergian PKI segera mengejarnya.

Tangis menyebar ke semua penjuru desa, banyak warga yang meninggal akibat peristiwa itu, semua perangkat desa dan kepala desa kecuali Pak Ka’ad dan Pak Umar melarikan diri ke hutan. Dari informasi yang ada alasan PKI melarikan diri yaitu ketika mendengar keputusan dari Jendral Soeharto pada tanggal 2 Oktober 1965 yang memberitahukan pasukannya untuk membunuh semua anggota dan simpatisan PKI.

Sejak peristiwa berdarah itu Desa Jatirejo mulai mengoreksi diri, penguburan massal di lakukan bagi yang mereka yang telah meninggal di bunuh PKI. Kekejaman PKI masih teringat jelas di mata para warga korban PKI, terutama para mereka yang ditinggalkannya. Korban yang meninggal kurang lebih 22 orang.

Tiga hari berselang, para anggota PKI yang melarikan diri kehutan tertangkap di Kecamatan Kaliwungu, diantaranya Pak Sasmito dan perangkat desa lainnya. Sebelumnya mereka juga sempat terjadi baku hantam dengan para TNI, namun kurangnya penguasaan militer yang dimiliki dan posisi terdesak, memaksa mereka untuk menyerah, dan dengan mudah aparat dapat membersihkanya. Dari informasi itu juga di ketahui seorang anggota PKI yang tertangkap disetrika kulitnya oleh salah seorang anggota TNI, karena di dapatinya gambar berlambangkankan Palu Arit.

Penutup
Pemberontakan yang dilakukan PKI, khususnya di desa Jatirejo termasuk tindakan tidak manusiawi, sebab banyak warga tidak bersalah menjadi korban kekejaman massa PKI yang begitu ambisius untuk menjadikan warga Jatirejo menjadi warga yang mengikuti faham komunis.

Berbagai cara ditempuh sekalipun dengan jalan kekerasan. Pola ini mungkin serupa dengan daerah-daerah lain di Indonesia sebagai partai revolusioner yang mendasarkan strateginya pada konflik PKI yang melakukan kampanye besar-besaran untuk merekrut pengikut di tingkat kecamatan. Mereka hampir sukses dalam hal ini, tetapi karena terburu-buru melakukan pemberontakan, menjelang September 1965, partai ini belum meleburkan pengikutnya dalam suatu organisasi yang kuat dan kokoh, ketika inisiatifnya didahului, menyusul peristiwa pembantaian sejumlah warga, PKI ketahuan tidak bersenjata, tidak terorganisir dan tidak berdaya.


DAFTAR PUSTAKA

Sulistio, Hermawan. 2000. Sejarah Pembantaian Massal. Jakarta : KPG

__________1950. Sejarah Yang Hilang. Jakarta : Kementrian RI

Ibu,Yani. 1982. Sebuah Kenang–kenangan. Jakarta : P.T Jayakarta Agung Offset

Yamin, Muhammad. 1958. Lukisan Sejarah. Jakarta :Jambatan

Haman, Ahmad.2003. Babad Tanah Kendal. Semarang : Inter Media
Paramadina.

Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta:
Balai Pustaka.

*Penulis: Bachtiar Fajar Kurniawan, pelajar SMA Negeri 2 Kendal. Tulisan ini adalah hasil ringkasan LKTI Peristiwa dan Pelaku Sejarah Tingkat Jawa Tengah Tahun 2008.

Label:


Baca Selengkapnya Klik disini !

MELIHAT TITIK TEMU STRATEGI MILITER TUMENGGUNG BAHUREKSO DENGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT KENDAL*

Sebagai generasi penerus bangsa harusnya kita mengetahui tentang sejarah kota di daerah kita masing-masing. Pemahaman tentang sejarah kota/daerah memberikan semangat kebanggaan generasi sekarang terhadap masa lalu daerahnya. Tidak terkecuali dalam hal ini adalah sejarah Kendal. Menurut Babad Tanah Jawi dulu nama Kendal berasal dari pohon yang bernama pohon Kendal. Sedikit kisah yang diangkat sebagai sumber referensi sejarah kota Kendal ini berasal dari cerita lisan dan tertulis di buku Babad Tanah Jawi. Dalam buku tersebut terdapat peranan Ki Bondan Kejawan yang merupakan leluhur raja-raja Jawa pada masa akhir Majapahit.

Dari buku Babad Tanah Jawi kita bisa mengetahui lebih dekat Kabupaten Kendal, siapa pendirinya, dan mengapa daerah tersebut diberi nama Kendal. Dengan mempelajari buku-buku tersebut kita bisa tahu kejadian masa lalu dan mengetahui peranan-peranan Tumenggung Bahurekso dan tokoh-tokoh lain di dalamnya, apalagi kabupaten Kendal tuan rumah rapat petinggi-petinggi kerajaan Mataram dalam rangka mengatur strategi perang menghadapi VOC di Batavia dan Kendal pada masa akhir kerajaan Majapahit itu juga awal terbentuknya kota Kendal dan banyak lagi kerajaan-kerajaan yang terkenal dalam membentuk kabupaten Kendal dan banyak pula peranan tokoh-tokoh penting yang ada sehingga bisa menjadi kabupaten Kendal apalagi jasa Tumenggung Bahurekso dalam memperjuangkan Kendal sebagai kabupaten Kendal karena kegigihannya dia dan keberaniannya sehingga dia mendapat kepercayaan untuk merebut Kendal dari tangan VOC di Batavia agar tidak jatuh ke tangan mereka apalagi setiap diplomat yang ingin menemui raja harus terlebih dahulu menemui atau melapor kepada Tumenggung Bahurekso. Tumenggung Bahurekso, yang juga menjabat gubernur pesisir pulau Jawa bagian utara.

Sejarah Kabupaten Kendal
Asal mula Kendal berasal dari kedatangan VOC di Jawa. Lama kelamaan Belanda menjadi duri dalam daging kata Sultan Agung hal itu terbukti dari kidung yang menceritakan :
“yen anu banjur angumpak”
Panembahan matur malih,
Mangke arsa linurungan, manca negara lan pesisir
Kang kilen, kang mungkebi
Dhawuhnya marang rama pikulun
Kang daddya senapatya
Mandurejo dipati
Nyang abdintanipun tumenggung Bahurekso

Sejarah Cirebon ada tulisan Sulendraningrat yang mencatat soal kedatangan bangsa Belanda yang menarik justru tanda-tanda itu yang berasal dari Syeh Lemah Abang atau nama lainnya Syeh Siti Jenar, dia mengungkapkan perkataan kepada hukuman mati kepada para wali, karena perkataan syeh Lemah Abang yang merupakan balak maka para wali melakukan sholat tahajjud agar dapat keringanan dalam balak yang diucapkan Syeh Lemah Abang.

Tetapi perangpun tidak bisa dielakkan lagi karena Mataram sudah mempersiapkan segala perlengkapannya Tumenggung Bahurekso dengan bantuan Adipati dari Pekalongan yang bernama Tumenggung Mandurorejo tidak ketinggalan dua putera Tumenggung Bahurekso atas restu Sultan Agung langsung berangkat untuk mendampingi ayahandanya dan Adipati Mandurorejo. Mereka menggunakan 3000 perahu perang 60.000 prajurit dari Mataram mereka berangkat melalui pelabuhan Jepara, mereka terdiri dari prajurit Jepara, Kendal, Pati, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon. Mereka menempuh waktu 4 bulan. Setelah tiba Tumenggung Bahurekso yang memimpin langsung menyerang benteng-benteng VOC. Penyerangan itu membuat pasukan VOC terkejut hingga strategi yang monoton dari Mataram berhasil. Tapi karena keadaan yang berbalik menyerang pasukan Mataram Tumenggung Bahurekso gugur bersama dua putranya pada tanggal 21 Oktober 1628 dan sebab itu lahirlah Kendal pada tanggal 26 Agustus tapi sekarang diubah menjadi 26 Juli.

Bahurekso sebagai Penentu Kabupaten Kendal
Dalam buku Tanah Jawa/Jawi memang benar penentu kabupaten Kendal adalah Bahurekso tapi Bahurekso banyak dibantu oleh tokoh-tokoh penting untuk memperjuangkan wilayah-wilayah yang akan dikuasai oleh VOC kenapa tidak di buku Tanah Jawi dituliskan banyak raja-raja yang ikut andil dalam penentu kabupaten Kendal contohnya raja Demak, Mataram dan banyak lagi tapi dengan kegigihannya dan semangat yang dimiliki Tumenggung Bahurekso hingga dia berhasil melawan VOC Belanda di Batavia dan dengan pengorbanannya itu hingga Tumenggung Bahurekso dikenang sebagai penentu terbangunnya kabupaten Kendal hingga kita sebagai pewaris harus memanfaatkannya dengan baik karena ini semua hasil dari leluhur kita mereka memperjuangkan semua ini agar pewaris bangsa hidup tenang tidak selalu diusik dengan negara lain yang ingin berbuat jahat kepada negara kita ini. Tumenggung Bahurekso sudah mengeluarkan titik darah penghabisan untuk membangun kabupaten Kendal dan dia juga mendapat kepercayaan sebagai panglima perang hal ini juga sebagai hal yang membanggakan karena Bupati Kendal cukup banyak mendapat gelar dan kepercayaan apalagi Kendal dipercaya sebagai tempat rapat akbar petinggi-petinggi kerajaan untuk menyusun strategi melawan VOC di Batavia. Jadi Tumenggung Bahurekso cukup besar dalam penentu kabupaten Kendal.

Usaha dan Strategi Tumenggung Bahurekso Menyerang Batavia
Tumenggung Bahurekso menyusun strategi dengan cukup rapi, sebanyak 48 batalyon mendarat dan 22 batalyon tetap siaga diatas perahu perang dan tetap siaga bila ada serangan balik dari Belanda lewat arah laut. Sabtu wage, 26 Agustus 1628 ditandai rontek dan panji-panji Mataram, perang besar pun terjadi Tumenggung Bahurekso yang memimpin langsung perang menghancurkan benteng-benteng VOC sehingga VOC merasa kaget sampe perang darah pun terjadi dan sampe ke sungai Ciliwung hingga berwarna merah. Bahurekso dan dua puteranya menyerang benteng VOC kembali. Mataram pun berhasil menyusun strategi monotonnya banyak sekali strategi yang ada pada perang melawan VOC Belanda di Batavia diantaranya strategi tradisional, strategi modern hingga perang sengit kedua tidak bisa dihindari lagi. Bahurekso dibantu kedua putranya membantai para kompeni, kemarahan Tumenggung Bahurekso digambarkan dari sebuah kidung
Nanging kompeni tan miti
Mempenake pan katingal
Nadyan ning biting rerampon
Abdi dalem keh pejah
Tanampi kang nandang tatu
Pun Bahurekso bebranang

Usaha Bahurekso tidak perlu diragukan lagi karena semua usaha yang dilakukan Bahurekso sangat berbahaya apalagi nyawa pun sebagai taruhannya hingga Bahurekso dan kedua putranya tewas dalam pertempuran itu.

Relevansi Strategi Militer Bahurekso terhadap Model Kebijakan dan Pembangunan Masyarakat Kendal
Pada masa pemerintah Bahurekso belum ada kebijakan dan pembangunan masyarakat Kendal karena pada saat itu Bahurekso dilantik sebagai adipati langsung dikirim perang melawan Belanda di Batavia sehingga tidak ada catatan yang menerangkan model kebijakan dan pembangunan masyarakat Kendal. Rancangan pembangunan itu disebut rancangan pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) perencanaan pembangunan daerah kabupaten Kendal merupakan penjabaran dari visi, misi dan arah pembangunan daerah kabupaten Kendal untuk 20 tahun ke depan yang mencakup kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. maksud dan tujuan perencanaan itu untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen (pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha) untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah.

Perekonomian di kabupaten Kendal diketahui dari besar produk domestik regional bruto dan tingkat inflasi yang terjadi. Berfluktuasinya nilai tukar rupiah dan semakin tingginya pertumbuhan uang primer yang beredar pada skala nasional, ternyata turut membantu meningkatnya harga rata-rata barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kabupaten Kendal secara bertahap kurang, jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan pedesaan maupun perkotaan sebab itu kemiskinan yang terjadi sangat diperhatikan dalam pembangunan 20 tahun yang akan datang, luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di kabupaten Kendal. Sebab itu dibentukkan kebijakan tersebut, sehingga relevansi strategi militer Bahurekso terhadap model kebijakan dan pembangunan masyarakat di kabupaten Kendal belum ada karena kebijakan tersebut baru-baru ini dapat diwujudkan.

PENUTUP
Tumenggung Bahurekso pada masa itu banyak mendapat bantuan-bantuan dari petinggi-petinggi kerajaan Mataram untuk mengatasi banyaknya kejadian-kejadian yang tidak diduga. Dalam rangka menghadapi pertempuran di Batavia Tumenggung Bahurekso mendapat kepercayaan sebagai panglima perang. Oleh sebab itu kita sebagi generasi penerus harus bangga atas keberanian Tumengung Bahurekso dalam mempertahankan pulau Jawa dari serangan VOC Belanda. Di samping itu, Kendal juga menjadi tempat bertemunya petinggi-petinggi kerajaan dalam menyusun strategi untuk melawan Belanda, serta daerah Kendal sebagai pusat persiapan angkatan perang menuju ke Batavia. Pendeknya, melihat kenyataan seperti itu berarti Kendal mempunyai sejarah yang agung.
Tumenggung Bahurekso juga menyiapkan strategi yang cukup rapi untuk melawan VOC Belanda. Walaupun dia harus kehilangan nyawanya. Hingga dia bisa menjadi Adipati Kendal dan sebagai penentu Kabupaten Kendal. 

Menurut saran saya siapapun yang menjadi Bupati/Adipati Kendal harus bisa meniru semangat dan keberanian Tumenggung Bahurekso dalam memimpin, mengelola, dan mengarahkan segenap anak buahnya dalam rangka menyerang Batavia. Jika kita kaitkan dengan realitas sekarang, banyak pemimpin daerah yang berperilaku bukan layaknya sebagai pemimpin yang bijak dan tegas. Mereka harus meniru apa yang sudah diberikan Tumenggung Bahurekso dalam memunculkan semangat dan keberanian melawan angkara murka dan ketamakan VOC.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Penulis. 2007. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kendal Tahun 2005-2010. Kendal: BAPEDA.

Tim Penulis, 2003. Kendal dalam Angka. Kendal: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kendal.

Rochani, Ahmad Hamam. 2003. Babad Tanah Kendal. Kendal: Intermedia Paramadina.

Hapsari, Meti. 2008. Bahurekso Ketika Menjadi Panglima Perang. Makalah Lomba Penyajian Pelaku dan Peristiwa Sejarah Jawa Tengah Tahun 2008 Jarahnitra Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Tidak diterbitkan.

Riyadi, Sugeng. 2008. Peran dan Posisi Tumenggung Bahurekso dalam Penyerangan Benteng VOC di Batavia. Makalah Lomba Penyajian Pelaku dan Peristiwa Sejarah Jawa Tengah Tahun 2008 Jarahnitra Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Tidak diterbitkan.

Pangestuti, Putri Narita. 2005. Tumenggung Bahurekso Latar Belakang dan Aksi Penyerangan Bahurekso terhadap Benteng VOC. Makalah Lomba Penyajian Pelaku dan Peristiwa Sejarah Jawa Tengah Tahun 2005 Jarahnitra Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Tidak diterbitkan.

Tim Penulis. 2005. Sejarah Hari Jadi Kabupaten Kendal. Kendal: Pemkab Kendal.

Wasino. 2006. Membaca Ulang Momentum Peristiwa Sejarah. Makalah Seminar Hari Jadi Kabupaten Kendal 2006. Tidak diterbitkan.

*Penulis: Meti Hapsari, siswa SMA Negeri 2 Kendal. Tulisan ini adalah ringkasan dari LKTI Hari Jadi Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Label:


Baca Selengkapnya Klik disini !

MENUMBUHKAN SPIRIT KEPEMIMPINAN BAHUREKSO SEBAGAI MODAL MEMBANGUN KABUPATEN KENDAL*

Angan kita kadang sesekali terbayang melayang pada hadirnya seorang sosok yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, khususnya warga Kendal. Sosok tersebut tidak lain adalah seorang pejuang bernama Ki Tumenggung Bahurekso yang memiliki jiwa kepemimpinan dan ksatria tangguh di zamannya. Bukti ketangguhan dan kepemimpinannya dapat terlihat pada saat mendapat tugas khusus dari penguasa Mataram untuk mengusir VOC dari bumi pertiwi.


Meski pada akhirnya perjuangan beliau kandas ditengah jalan Tumenggung Bahurekso wafat ditengah lautan dalam peperangan membebaskan diri dari belenggu penjajah, namun kebesaran jiwa semangat juang melawan si angkara murka, membahana mengisi relung hati warga Kendal.

Tumenggung Bahurekso dapat kita jadikan acuan di masa sekarang ini untuk menggapai pertumbuhan generasi muda, jiwa ksatria yang dimiliki beliau tentunya menjadi motor penggerak bagi kaum pelajar saat ini untuk melangsungkan pembangunan yang ada di Kabupaten Kendal.

Dengan demikian, ada baiknya apabila kita lebih aktif untuk menampilkan spirit yang dicontohkan oleh Bahurekso sehingga kita lebih memiliki semangat dalam menempuh laju pembangunan khususnya yang ada di Kabupaten Kendal tentunya hal itu juga kita landasi dengan mengenal sejarah lokal yang ada. Jangan hanya menjadi orang Jawa yang ketinggalan. Begitu juga untuk para siswa dan semua masyarakat Kendal yang kurang tahu menahu tentang sejarah Kota Kendal.

Oleh karena itu, tulisan dibawah ini berusaha menampilkan sedikit peristiwa tentang spirit Bahurekso, yang ditujukan untuk generasi muda / pelajar dalam mengenyam pembangunan khususnya di Kabupaten Kendal.


Tinjauan Historis Kabupaten Kendal
Pada masa kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung. Ada seorang punggawa kerajaan yang bernama Ki Ageng Cempaluk, yang karena kesalahannya ia dipecat oleh kerajaan. Sejak itu Ki Ageng Cempaluk tinggal di sebuah desa yaitu kesesi, dan Ki Ageng Cempaluk mempunyai putra yang bernama Jaka Bau; nama Bau itu sendiri mempunyai makna yaitu sebuah pundak yang berfungsi menompang beban berat, Bau juga dapat pula berarti bumi. Jaka Bau diasuh dan dididik dengan penuh kasih sayang oleh ayah handanya Ki Ageng Cempaluk.

Kemudian putra mantan pengabdi kerajaan Mataram itu. Dikenal dengan nama Jaka Bau Rekso atau Bahurekso yang berarti tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban, ternyata mampu melaksanakan hal-hal yang tidak dapat dikerjakan oleh kebanyakan orang pada waktu itu.

Keberanian dan kehebatan Bahurekso menarik perhatian Sultan Agung; dengan melalui Bupati Kleyengan yang bernama Tumenggung Dipa Kusuma, diperintahkan untuk mencoba sejauh mana kesaktian, keberanian dan tingginya rasa pengabdian Bahurekso untuk membuka hutan belantara di daerah pekasongan yang terkena dengan alas roban yang akan digunakan. Untuk kawasan pertanian / persawahan sebagai tempat persediaan makanan untuk bekal menyerang ke Batavia kelak.

Tugas ini dilaksanakan dengan sukses, berarti Bahurekso telah mampu mengondisikan kawasan tersebut untuk pertanian / persawahan. Di samping itu Bahurekso juga telah berhasil menumpas kerusuhan dan pemberontakan terhadap pemerintahan kerajaan Mataram.

Kepemimpinan Tumenggung Bahurekso
Pengangkatan Bahurekso sebagai Tumenggung Kendal
Bahurekso merupakan juru bicara Sultan Agung, kepada J.P Coen saat peristiwa Jepara tanggal 8 Agustus 1818. Peristiwa Jepara adalah peristiwa penyerangan penduduk pribumi terhadap keji Belanda. Sejalan makin tegangnya hubungan dagang antara Mataram dengan VOC yang telah berhasil mendirikan kantor dagangnya di Batavia, Bahurekso muncul sebagai diplomat Mataram yang penting. Pada tahun 1619, Bupati Kendal yang seorang Jawa terkemuka ini datang ke Batavia dengan membawa berita bahwa raja tidak berniat membunuh para tahanan Belanda, tidak juga membebaskan mereka dengan penggantian uang, kecuali jika diminta.

Dalam keputusan itu hasilnya mengecewakan karena Raja Mataram mengatakan agar VOC menyadari dulu yang diderita oleh Raja Mataram, akibat perbuatan orang-orang Belanda, Perdro yang menjadi Juru bicara VOC diperlakukan tidak sopan oleh rakyat dari Tumenggung Bahurekso. Akibat tindakan itu Coen menyatakan bahwa di Mataram terdapat kebencian terhadap orang-orang asing.

Peristiwa di Jepara disampaikan oleh Coen kepada Raja Mataram. Raja Mataram memberikan jawaban bahwa rasa tidak menghendaki perang, meskipun ia bersedia bertempur dengan orang Belanda. Wakil perdagangan Belanda di Jepara ditahan oleh pihak Mataram karena kesalahan sendiri. Jika tahanan itu diinginkan kembali, maka hendaknya Coen mengirim orang kepada Tumenggung Bahurekso dari Kendal untuk memintanya.

VOC memberikan jawaban bahwa ia ingin damai, dengan syarat orang-orangnya harus dikembalikan dulu. Dalam surat itu juga memberikan ancaman jika tidak dikabulkan VOC akan berbuat sesuatu yang merugikan pihak Raja Mataram. Surat ini mendapat tanggapan, para tahanan dipersilahkan datang dari taji ke kota Istana tetapi mereka harus berdiam satu mil, dari kraton langsung dibawa ke Tegal. Tumenggung setempat ditugasi untuk berunding, hasil perundingan yaitu : para kedua belah pihak harus saling maaf-maafan dan saling tukar tahanan.

Raja menghendaki armada perang Mataram melintasi Banten dan Surabaya. Kapal dagang bebas melintas Malaka, Putani dan Johor, Raja Mataram bahkan menawarkan membantu kompeni jika Voc hendak menyerang Banten. Di Jepara dijanjikan sebuah loji baru. Koja Hulubalang akan diganti oleh Tumenggung Bahurekso. Selanjutnya Bahurekso-lah yang akan mengatur hubungan dengan orang-orang Belanda. Mereka selanjutnya dapat mengharapkan penjualan beras dan mereka dengan syarat membayar bea cukai.
Pemerintahan tertinggi Batavia bersedia mengutus Letnan A Coen ke Tegal, untuk itu lima orang tahanan yang masih ditahan diminta membayar kurang dari 5.000 real, ini terlalu tinggi karena kompeni memiliki 150 tahanan orang Mataram, oleh karena kompeni memandang uang tebusan terlalu tinggi maka tak dihiraukan.

Akibat tidak adanya penyelesaian itu, maka kedua belah pihak menyatakan perang. Dalam situasi ini Bahurekso memberi surat yang ditujukan kepada seorang Kapten di Malaka, tujuan Bahurekso adalah untuk memancing serangan orang-orang Portugis terhadap Batavia, surat itu jatuh ke tangan Kompeni karena kapal yang ditumpangi utusan Mataram ditahan kompeni. Bahurekso tidak peduli terhadap penahanan itu dan mengirim kembali 29 perahu beras ke Malaka.

Peristiwa ini dipahami sebagai jalan damai hubungan antara Mataram dengan VOC. Sebagai pengukuhan hubungan baik antara keduanya, maka VOC membebaskan tahanan Kawula Tumenggung Bahurekso, selain itu juga dikirim hadiah-hadiah berharga.

Mengimplementasikan Strategi Kepemimpinan Bahurekso dalam Konteks Pengentasan Persoalan Ekonomi
1. Persoalan Tenaga Kerja
Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkau lembaga jaminan sosial yang lebih menyeluruh. Mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Sumber daya manusia Kabupaten Kendal diharapkan berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif berahlak mulia, bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong, patriotik, dinamis dan berorientasi iptek. Kesadaran sikap, mental, dan perilaku masyarakat yang makin mantap dalam pengelolaan sumber dauya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep pembangunan berkelanjuran dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita melihat lebih dekat kita dapat mengetahui bahwa, masih banyak penduduk yang belum memiliki pekerjaan. Hal ini membuktikan bahwa Kendal masih belum mampu mengoptimalkan diri guna mengatasi persoalan ekonomi. Untuk itu kita sebagai warga negara harus memiliki SDM yang berkualitas, semangat yang tinggi untuk mencapai pertumbuhan pembangunan yang berkualitas. Dengan begitu kesejahteraan penduduk disetiap daerah meningkat seiring makin rendahnya penggangguran dan jumlah penduduk miskin.

Tumenggung Bahurekso seharusnya dapat dijadikan bahan acuan khususnya bagi pemimpin tertinggi di Kabupaten Kendal ini guna mengkondisikan sebaik-baiknya apa yang telah diperjuangkan oleh Tumenggung Bahurekso. Bagi para pemimpin yang memegang peranan penting di Kabupaten Kendal ini dapat mencontoh spirit Bahurekso di masa silam. Bagaimana sepak terjang beliau dalam mensejahterakan rakyatnya khususnya masalah tenaga kerja.

2.Persoalan Kemiskinan
Berbagai kinerja telah berhasil memperbaiki stabilitas ekonomi walaupun demikian kinerja tersebut belum mampu memulihkan pertumbuhan ekonomi ke tingat seperti sebelum krisis. Walaupun secara bertahap berkurang jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi, baik di kawasan pedesaan maupun perkotaan terutama di sektor pertanian dan kelautan. Oleh karena itu kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam pembangunan 20 tahun yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Kabupaten Kendal menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin.

Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hal tersebut karena motor penggerak pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi, sektor produksi belum berkembang karena sejumlah permasalahan berkenaan dengan tidak kondusifnya lingkungan usaha yang menyurutkan gairah investasi. Diantaranya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta lemahnya daya saing nasional terutama dengan makin ketatnya persaingan ekonomi antar negara lemahnya daya saing tersebut juga diakibatkan oleh rendahnya produktivitas SDM serta rendahnya produktivitas SDM.

Dalam rangka keanekaragaman pembangunan yang berkelanjutan, keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam terus dipelihara dan dimanfaatkan untuk terus dipertahankan nilai tambah dan daya saing masyarakat serta meningkatkan modal pembangunan daerah pada masa yang akan datang.


3.Persoalan Pendidikan
Namun saat ini taraf pendidikan penduduk Kabupaten Kendal relatif masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh ketersediaan pendidik belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, kesejahteraan pendidik masih rendah. Fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai, ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dasar dan menengah banyak yang rusak, hingga tahun 2006 tercatat 1716 gedung rusak berat, 1929 rusak sedang, 2934 rusak ringan dan baru sebagian telah diperbaiki (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal tahun 2006).

Belum adanya link dan match antara pendidikan dan dunia kerja. Biaya pendidikan tinggi, serta monitoring dan evaluasi kegiatan belajar mengajar masih belum optimal. Hal tersebut diperburuk lagi oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antar kelompok masyarakat.

Sebuah Penutup
Angan-anganpun menerawang, menembus batas waktu perjalanan pada masa silam, kala itu para pejuang mati-matian mengusir penjajah. Berjuang demi kemerdekaan kita, seperti halnya yang dilakukan oleh Tumenggung Bahurekso. Berkat mereka pula, kita sekarang dapat berkumpul dalam suasana damai, penuh candaria dan persaudaraan. Bukankah kita sebagai penerus bangsa, melanjutkan perjuangan mereka dengan mengisi pendidikan ini sebagai modal awal pembangunan khususnya yang ada di Kabupaten Kendal ini.

Semangat Bahurekso yang selalu pantang menyerah itu sudah sepatutnya kita harapkan dalam cara belajar kita, bekerja dan berusaha untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik. Terutama untuk seluruh masyarakat Kendal agar selalu semangat mengukir prestasi di segala bidang demi terciptanya kembali kemajuan dan kejayaan Kendal. Seperti yang telah dicontohkan dan diukir oleh Tumenggung Bahurekso.


DAFTAR PUSTAKA

Graaf, N. J. de. 1990. Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Moenadi. 2006. Pendapat dan Harapan. Makalah Seminar Hari Jadi Kota Kendal. Tidak diterbitkan.

Rochani, Ahmad Hamam. 2003. Babad Tanah Kendal. Kendal: Intermedia Paramadina.

Soerojo, A.M. Djuliati. 2006. Menelusuri Hari Jadi Kota Kendal. Makalah Seminar Hari Jadi Kota Kendal. Tidak diterbitkan.

Tim Penulis. 2005. Sejarah Hari Jadi Kabupaten Kendal. Kendal: Pemkab Kendal.

*Penulis: Bachtiar Fajar Kurniawan, pelajar kelas XII.IS.3 SMA Negeri 2 Kendal. Tulisan ini adalah hasil ringkasan dari LKTI dalam rangka Lomba Hari Jadi Kabupaten Kendal tahun 2008.

Label:


Baca Selengkapnya Klik disini !